Ketika Patrialis Akbar dicokok KPK karena terima suap bahkan didramatisasi dengan adanya cewek saat penggerebekan, banyak orang yang terperangah. Bayangkan. Dia itu seorang hakim dengan penampilan sangat agamis. Hakim dimata masyarakat adalah tangan Tuhan yang tugasnya sangat berat, yakni menegakkan pedang keadilan yang tanpa henti terus digoyang oleh kezaliman.
Jabatan “suci” ini nyaris tak terbantahkan saat Partrialis Akbar menyempurnakan dirinya dengan assesories religius. Dahinya hitam tanda orang yang khusuk sujud berlama-lama mengharapkan ridho Illahi. Jenggotnya panjang menandakan dia adalah seorang Muslim taat yang meratap di dua pertiga malam mengharapkan ridho Sang Illahi
Belum lagi, kotbahnya dimana-mana yang menyerukan kebaikan dan semangat membela Islam. Komplit sudah penampilan dia hingga semua orang marah dikhianati oleh kelakuan korup dia.
ALIM TAPI DZALIM
Orang mempertanyakan, alim gitu kok korupsi.. Meneng-meneng nyolong bandeng kayak kucing garong. Perilaku kucing garong Patrialis Akbar melengkapi daftar panjang Muslim berpenampilan alim seperti , Irman Gusman, Gatot Pujo Nugroho atau Lufti Hasan Ishaaq tapi korupsi. Diantara mereka, Patrialis yang paling konyol. Mulutnya bicara soal pemimpin haruslah seorang Muslim tapi dia justru menerima sogokan dari seorang pendeta Kristen yang sama serakahnya.
Orang kemudian mempertanyakan bagaimana peran agama dalam mencegah orang berbuat kebatilan. Mengapa seorang yang sangat agamis dan sudah kaya raya masih juga celamitan ketika disuguhi iming-iming harta? Bukankah mereka semuanya paham bahwa Tuhan mengawasi perbuatan mereka dan pasti akan menghukum pedih mereka di neraka?
AGAMA TIDAK BISA MENCEGAH KORUPSI
Sayangnya, dalam banyak penelitian, ternyata agama tidak bisa dijadikan alat untuk mencegah tindakan korupsi. Yang percaya dan tidak percaya dengan Tuhan, sama peluangnya berbuat korup. Para pakar mengatakan ini disebabkan bahwa agama dalam kehidupan sosial bukan satu-satunya faktor yang mengendalikan perilaku curang manusia. Orang alim bisa menjadi korup karena nilai moral yang dianut ditingkat personal tidak nyambung dengan kondisi sosial tempat dia hidup.
Korupsi adalah budaya curang yang penyebabnya multifaktor. Namun ada kenyakinan bahwa korupsi lebih efektif ditekan jika sebuah negara menganut paham pluralis ketimbang negara yang berdasar agama. Ini berdasarkan fakta bahwa korupsi paling hebat justru terjadi di negara-negara berlandaskan agama.
Budaya pluralis akan menciptakan sebuah sIstem pencegahan korupsi yang efektif berdasarkan konsensus lintas agama, suku bangsa dan berbagai kelompok kepentingan. Sistem itu memacu segenap elemen bangsa meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Jadi korupsi berkurang bukan karena makin banyak orang yang taat beragama, melainkan dari meningkatnya kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi sebuah negara. Dan tidak ada satu negarapun yang makmur tanpa budaya pluralis. Negara yang kaya mampu membuat sebuah system manajemen yang handal dengan juklak yang terang, tegas dan tidak multitafsir untuk mencegah korupsi, manipulasi atau penyuapan. Itulah sebabnya, negara-negara maju jarang terjadi korupsi dibandingkan negara-negara berkembang dan miskin.
Sistem pemerintahan yang ketat dalam menutup celah-celah korupsi juga akan menciptakan etika dan moral tentang seberapa jauh orang bias berbuat serakah karena uang. Dalam beberapa penelitian, uang membuat orang baik menjadi egois, serakah dan jahat.
CINTA UANG MEMBUAT ANDA JAHAT
Dalam sebuah penelitian, symbol-simbol yang berkaitan dengan uang membuat orang tiba-tiba egois bahkan membolehkan tindakan tidak etis. Ketika bicara soal uang, orang meninggalkan aspek sosiologis dan psikologis lingkungan sekitarnya. Dan apabila kita tanya diri kita, kadang kita bersikap jahat ketika membicarakan uang.
Misalnya saja, ketika kita mendapatkan proyek. Apa yang kita pikirkan terlebih dahulu? Pasti uang yang akan kita dapat. Kemudian bagaimana cara mendapatkannya. Ketika kita berdebat soal caranya, kita tiba-tiba ngotot cara kitalah yang paling benar. Tiba-iba kita buas dengan kawan sejawat karena iming-iming uang. Apalagi ada konsensus siapa yang caranya diterima akan menjadi kepala pelaksana proyek tersebut.
Dan seterusnya kita terpaku pada bagaimana meraih uang itu yang secara tidak sadar mempengaruhi perilaku kita. Coba kita renungkan, benar tidak ? Pikiran kita yang hanya uang dan uang menyebabkan kita yang tadinya santun berubah menjadi otoriter karena dikejar jadwal, tidak sabaran dan kurang berempati dengan orang-orang terdekat kita. Jika mereka komplen, anda berkata tinggi dan tajam bahwa semua ini anda lakukan untuk kebaikan dan kesejahteraan mereka. Jadi anda ingin dihargai kesombongan anda karena mengejar uang tadi.
Barangkali kondisi pskilogiis ini yang juga dialami Patrialis Akbar. Gaji seratus juta tidak cukup buat dia untuk membiayai penampilannya yang harus mempunyai banyak wajah. Wajah partai, wajah hakim dan wajah muslim. Desakan psikologis ini yang membuat sijenggot itu mencampakkan agamanya dan memanfaatkan sisi lemah negara ini yang masih belum bisa membuat orang yang tiba-tiba kaya malu ketika berkata, “ Alhamdulillah, saya dipindah ditempat basah..”
Atau berteriak ketika ditangkap , Demi Allah, Saya di dzolimi…
What the…
-----------
Koementar yang punya Pakter, "Omong soal moral omong keadlian sarapan pagi ku...akis tipu-tipu loby dan upeti oooooo jagonya."
-----------
Koementar yang punya Pakter, "Omong soal moral omong keadlian sarapan pagi ku...akis tipu-tipu loby dan upeti oooooo jagonya."
ConversionConversion EmoticonEmoticon